oneli.org

oneli.org – Meskipun telah tersedia selama beberapa tahun terakhir, penetrasi jaringan 5G di Indonesia masih tergolong rendah. Direktur & Chief Technology Officer XL Axiata, I Gede Darmayusa, mengungkapkan bahwa pengguna handset 5G di Indonesia belum mencapai 5%, dan faktor utama adalah kurangnya insentif untuk beralih ke handset yang mendukung jaringan 5G.

Kerangka Operasional dan Kapasitas Jaringan 5G

I Gede Darmayusa menekankan pentingnya tidak terjebak dalam dilema “ayam dan telur” mengenai apakah infrastruktur 5G atau handset yang harus lebih dulu tersedia secara luas. Sejak mendapatkan Uji Laik Operasi (ULO) pada tahun 2022, XL Axiata telah memanfaatkan spektrum yang sama untuk 5G dan LTE melalui spectrum sharing. Menurutnya, 5G menawarkan peningkatan kapasitas yang signifikan dibandingkan LTE dengan biaya yang masuk akal.

Isu Spektrum sebagai Kendala Utama

Spektrum menjadi masalah kunci dalam pengembangan 5G, dengan XL Axiata telah mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk menetapkan harga spektrum yang lebih terjangkau. Pemerintah Indonesia sendiri berencana untuk melelang dua spektrum 5G, yaitu pada frekuensi 700 Mhz dan 26 Ghz, dalam waktu dekat.

Pendekatan Strategis untuk Frekuensi 26 Ghz

Chief Corporate Affairs XL Axiata, Marwan O. Baasir, menyatakan bahwa ekosistem bisnis untuk frekuensi 26 Ghz masih belum berkembang. Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah memberikan insentif, seperti program pembebasan biaya selama lima tahun pertama, untuk membantu bisnis mengukur potensi ekonomi dari spektrum tersebut.

Rangkuman ini membahas tentang status terkini dari penerapan jaringan 5G di Indonesia, yang masih menunjukkan angka adopsi yang rendah. Penyebab utama dari rendahnya penerapan ini termasuk kurangnya pergantian handset ke model yang kompatibel dengan 5G dan isu seputar harga spektrum. Selain itu, terdapat usulan strategis untuk memberikan insentif bagi penggunaan frekuensi 26 Ghz guna mendorong pertumbuhan ekosistem bisnis terkait.