oneli.org – Pada Rabu (19/6/2024), Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte, mengumumkan pengunduran dirinya dari posisi-posisi penting di kabinet Presiden Ferdinand Marcos Jr., termasuk sebagai Menteri Pendidikan dan Wakil Ketua Satuan Tugas Anti-Pemberontakan. Sekretaris Komunikasi Kepresidenan, Cheloy Garafil, menyampaikan bahwa pengunduran diri tersebut telah diterima oleh Presiden, namun tidak disertai dengan penjelasan spesifik tentang alasannya, menurut laporan dari Reuters.

Meski mengundurkan diri dari jabatan-jabatan kabinet, Sara Duterte akan tetap menjalankan tugasnya sebagai Wakil Presiden. Dalam sebuah konferensi pers, ia menyatakan bahwa keputusannya bukanlah karena kelemahan, melainkan karena “kepedulian yang tulus terhadap guru dan generasi muda.”

Keputusan ini tidak sepenuhnya mengejutkan bagi banyak pengamat politik, yang telah lama memprediksi retaknya aliansi antara keluarga Duterte dan Marcos yang membawa mereka berdua ke tampuk kekuasaan pada tahun 2022. Perpecahan ini semakin jelas beberapa bulan setelah Marcos menjabat, terutama ketika ia mulai mengubah beberapa kebijakan penting dari pendahulunya, termasuk kebijakan terkait Laut China Selatan dan perang melawan narkoba, serta membuka kemungkinan perundingan damai dengan pemberontak komunis.

Jean Encinas-Franco, seorang profesor ilmu politik di Universitas Filipina, mengomentari, “Ini adalah langkah yang kita semua tunggu-tunggu,” mengindikasikan bahwa pengunduran diri Sara Duterte dari kabinet memberinya lebih banyak keleluasaan untuk beroposisi terhadap Marcos.

Pengunduran diri ini juga dilihat sebagai langkah strategis oleh Sara Duterte, putri mantan Presiden Rodrigo Duterte, yang meskipun sempat dianggap sebagai calon kuat untuk presiden pada pemilu 2022 berdasarkan survei independen, memilih untuk mencalonkan diri bersama Marcos. Hal ini memungkinkan Marcos untuk memanfaatkan dukungan dan pengaruh besar keluarga Duterte.

Pengunduran diri ini mungkin memberi Sara Duterte ruang politik yang lebih besar untuk menantang kebijakan dan arah politik Marcos, yang bisa membawa polarisasi lebih lanjut di negara tersebut. Aries Arugay, peneliti senior di ISEAS Yusof-Ishak Institute, percaya bahwa “Ini adalah pertarungan antar dinasti.”

Dengan pemilu paruh waktu yang akan datang pada tahun 2025, di mana Filipina akan memilih separuh anggota Senat, anggota kongres, dan pejabat lokal, akan menarik untuk melihat bagaimana pengunduran diri ini mempengaruhi dinamika politik. Arugay mengamati, “Pemilu 2025 bisa menjadi referendum untuk menentukan dinasti mana yang lebih kuat.” Ini juga dapat menjadi indikator mengenai arah politik masa depan Filipina.

You May Also Like

More From Author