ONELILayanan ojek online telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Dengan kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan, banyak orang memilih menggunakan jasa ini untuk berbagai keperluan. Namun, di balik kenyamanan yang ditawarkan, terdapat bayang-bayang gelap yang menghantui, khususnya bagi perempuan: pelecehan seksual. Fenomena ini tidak hanya terbatas pada pelecehan verbal, tetapi juga mencakup pelecehan fisik yang dapat berujung pada trauma dan ketakutan yang mendalam.

Kasus Asti: Sebuah Kisah Nyata

Asti, bukan nama sebenarnya, adalah salah satu korban yang mengalami pelecehan seksual saat menggunakan layanan ojek online. Pada malam 7 Desember 2024, setelah pulang bekerja, Asti memesan ojek online dari Stasiun Kranji menuju Grand Duta City. Namun, perjalanan yang seharusnya singkat dan aman berubah menjadi mimpi buruk yang tak terlupakan.

Perjalanan yang Menakutkan

Asti memesan ojek online menggunakan aplikasi berlogo hijau. Saat ojek tiba, ponsel Asti mati, sehingga ia tidak bisa mengikuti rute perjalanan melalui aplikasi. Asti percaya pada driver tersebut dan tidak curiga, meskipun tujuannya jelas menuju rumahnya di Grand Duta City.

Namun, keanehan mulai terasa ketika driver tersebut menolak mengikuti rute yang biasa Asti lalui dengan alasan jalanan rusak dan memiliki jalan pintas yang lebih baik. Asti menolak, tetapi motor terus melaju kencang, membawa Asti ke jalan yang tak dikenalnya.

Percakapan yang Mencurigakan

Selama perjalanan, driver tersebut mulai melontarkan percakapan aneh. Ia menceritakan rumah tangganya yang kandas dan bertanya tentang jumlah anak yang dimiliki Asti. Ketika Asti menjawab bahwa ia memiliki satu anak, driver tersebut malah berkata, “Kalau saya lima, orang ngewe enak.” Asti merasa tidak nyaman dan mencoba menjaga jarak dengan memundurkan kakinya.

Tindakan Berani Asti

Perasaan cemas menjalari tubuh Asti. Ia tidak bisa meminta berhenti dan turun karena jalanan sangat sepi dan motor terus melaju kencang. Asti menunggu momentum yang tepat hingga ia menemukan warung bakso yang tampak ramai. Tanpa berpikir panjang, Asti melompat paksa dari motor yang masih melaju dan meminta tolong di warung tersebut.

Pertolongan dan Tindak Lanjut

Asti berhasil mendapatkan pertolongan dari beberapa laki-laki paruh baya di warung bakso tersebut. Setelah mengisi baterai ponsel, Asti langsung menghubungi layanan aduan aplikasi ojek online terkait. Pelaku sempat meminta untuk mengantarkan Asti berkali-kali, tetapi Asti menolak. Seorang penjual bakso lantas mengusir pelaku yang tampak lalu lalang di depan warung.

Dampak Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual dalam layanan ojek online tidak hanya berdampak fisik, tetapi juga psikologis. Korban sering kali mengalami trauma, ketakutan, dan kecemasan yang mendalam. Asti, misalnya, merasa sangat cemas dan takut selama perjalanan tersebut. Ia juga merasa kesulitan untuk melaporkan kejadian tersebut karena kurangnya undang-undang yang kuat dan efektif dalam melindungi korban pelecehan seksual.

Kebutuhan akan Perlindungan Hukum

Asti berharap ada undang-undang perlindungan yang kuat untuk kasus pelecehan seksual agar perempuan bisa merasa lebih aman dan nyaman saat menggunakan layanan transportasi daring. Saat ini, banyak korban yang bingung harus melapor ke mana karena proses hukum yang belum kuat dan sering kali berjalan lambat.

Kesimpulan

Pelecehan seksual dalam layanan ojek online adalah masalah serius yang harus diatasi. Diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, penyedia layanan, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua pengguna jasa transportasi daring. Dengan adanya undang-undang yang kuat dan efektif, diharapkan kasus-kasus serupa dapat diminimalisir, dan korban dapat mendapatkan keadilan serta perlindungan yang layak.

You May Also Like

More From Author